er

Cerita Misteri kamar mandi hantu



Cerita ini terjadi
waktu aku di
kampung atau
tepatnya di Cepu
daerah Tengguluk. Cepu adalah
tempat tinggal nenek dan kakek
aku. Sebenarnya ada kabar,kalau
di Tengguluk gempa, tapi hal ini
tidak terlalu disebar-sebarka­n
oleh warga sekitar. Karena
rumah nenek-kakek hancur
akibat gempa, akhirnya salah
seorang warga (namanya bapak
Ahmad) mau menempatkan
nenek-kakek ke sebuah rumah
yang belum ada penghuninya.
Konon rumah itu kelihatan
seram. Untunglah rumah itu telah
direnovasi, dan kelihatan seperti
rumah sederhana. Waktu aku
tinggal disitu, aku sering
merasakan hal-hal aneh. Begini
ceritanya :
Waktu itu malam-malam, sekitar
jam 02 pagi lewat seperempat.
Waktu itu aku terbangun karena
aku mau buang air kecil. Karena
aku belum mengenal rumah baru
nenek-kakek, aku jadi tidak tau
dimana kamar mandi, tapi aku
gak tega bangunin nenek-kakek
cuma untuk nunjukin dimana
kamar mandi. Tanpa menunggu
lama-lama, langsung aja aku cari
kamar mandi dekat dapur,
akhirnya ketemu juga.
Waktu ke kamar mandi, kamar
mandinya bau banget, aku sampe
gak tahan sama baunya.
Sebenarnya baunya mirip kotoran
manusia. Kukira nenek-kakek
sehabis BAB gak mau disiram.
Karena waktu itu aku belum
hidupin lampu kamar mandi,
langsung aku hidupin. Waktu aku
hidupin langsung ada yang
ngelempar aku pake batu kecil
dari samping. Kemudian aku
noleh ke samping, ga ada siapa-
siapa. Aku merasa ga takut
karena udah terbiasa ngalamin
hal yang begituan.
Aku sudah gak tahan ingin
buang air kecil. Tanpa basa-
basi,langsung aja aku masuk ke
Kamar Mandi sambil menutup
hidung. Tak lama kemudian di
punggungku terasa seperti ada
sesuatu, aku cuek aja karena
aku mengira itu adalah Kecoa,
yang sering aku alami waktu di
kamar mandi. Langsung saja aku
menyingkirkanny­a dengan
tanganku. Waktu aku
menyingkirkanny­a terasa berat
sekali, kemudian aku pegang dan
aku lihat. Langsung saja aku
teriak keras-keras karena kaget.
Ternyata yang aku pegang tadi
adalah sebuah tangan yang
putus. Untunglah aku bisa keluar
dari kamar mandi itu.
A = Aku, N = Nenek
N : "Cu, kalau mau ke kamar
mandi tanyain dulu sama nenek/
kakek! Jadinya kamu kayak gini!".
A : "Tapi nek, aku gak tega
bangunin nenek-kakek"
N : "Ya ampun! gak tega?
bangunkan aja, lagian nenek gak
marah kok"
A : "Emangnya tadi itu kamar
mandi angker ya?"
N : "Iya cu. Ceritanya gini, kata
bapak Ahmad dulu rumah ini
angker, makanya rumah ini
direnovasi. Tetapi kamar mandi
yang tadi sengaja tidak
direnovasi karena gak ada uang
untuk beli semen sama alat-alat
bangunan lainnya. Kata pak
Ahmad dulu rumah ini ada
penghuninya namanya Endang.
Endang adalah adik pak Ahmad
yang bungsu. Waktu itu Endang
sempat bunuh diri karena
suaminya selingkuh. Akhirnya dia
bunuh diri di kamar mandi. Saat
ini tangannya masih ada".
Itulah kata nenek yang
mengakhiri pembicaraan kami.
Akupun mengucapkan istigfar
berkali-kali seolah hal itu tidak
terjadi.
- Rara Annisa -
 

-Cerpen Misteri- Gadis Penghuni rumah tua

-Cerpen Misteri-
Gadis Penghuni rumah tua



 Masih dengan senyum yang
sama, baju merah yang sama
dan posisi duduk di atas balkon
rumah itu. Rambut panjangnya ia
biarkan terurai yang sesekali
terkibas angin sore itu. Aku
menundukkan kepalaku sambil
menyapa “Sore mba…”, Ia hanya
tersenyuum sambil menatapku,
tapi yang slalu bikin haran,
pandangan mata itu selalu
kosong. “ Aneh..” Pikirku.
Seperti Sore Ini, Aku pulang
agak cepat dari sekolah. Dari
kejauhan kulihat tubuh kecilnya
duduk dibalkon rumah itu.
Memandang jauh seolah ia
sedang menerawang jauh,
semakin dekat kulihat sesekali
bibirnya bergumam, entah apa
yang dia katakana. “Sore Mba…”.
Kataku membuyarkan lamunannya,
ia menoleh ke arahku sedikit
kaget lalu tersenyum
menganggukan kepala. Selalu
tanpa suara “ Bisu kali yah…”,
Pikirku. “He..He.., Sorry mba…
abis nggak pernah mau jawab
sih”, Bathinku.
“Mari mba…”, Kataku lagi, Ia
mengangguk lagi. “Ih..bosen tau
ngagguk-nganggu­k mulu,
ngomong ke” bathinku lagi
seraya pergi menjauh.
“Vin, Sini deh” kataku pada
adikku sesampai dirumah. “apa
sih kak, ganggu aja. Lagi nonton
nih!!!” meski ngomel tak urung
juga ia menghampiriku dan
duduk di dekatku. “Ada apa sih
kak, kok malah bengong”,
katanya lagi. “Ehm... Vin,
beberapa hari ini aku sering lihat
ada gadis dirumah ujung jalan
sana, cantik banget lho!!!” kataku
tanpa menoleh kepadanya.
“Rumah ujang jalan…… rumah
tua itu kak?”, ia Sedikit heran.
“Iya… kamu juga pernah liat
kan??” kataku meyakinkan hati. Ia
menggelengkan kepala. “Yang
bener kak , Setau aku sejak
setahun kita pindah ke sini, itu
rumah kan nggak ada yang
nempatin??”, Ia Semakin
keherenan. “Penduduk baru kali
tuh” , Kataku. “bisa jadi tuh kak,
tapi aku belum pernah lihat sih,
emang kakak lihatnya kapan?”,
Kata adikku sedikit mengerutkan
dahinya. “Setiap kakak pulang
kuliah, Ida pasti ada diatas
balkon rumah itu dan slalu
senyum sama kakak, Cuma
herannya dia sama sekali nggak
pernah ngejawab setiap kakak
nyapa dia, Cuma senyum doang
… bisu kali yah!!!” kataku panjang
lebar . ”ah kakak ada-ada aja,
malu kali kak, biasanya cewek
kan suka malu-malu kak!!!” kata
adikku seolah membela kaumnya.
“ Iya Kali, udah ah…kakak mandi
dulu deh” kataku seraya pergi. “
Ya Udah sana, bau tau…” adikku
menggoda dengan menutup
hidungnya.
Seminggu sudah aku melihat
gadis manis dirumah ujung jalan
itu, ada keinginan untuk lebih
mengenalnya lebih jauh, aku
yakinkan hati ku sore ini aku
harus tau namanya dan ngobrol
sama dia. Bergegas aku pulang.
Ingin cepat-cepat sampe dirumah
itu, benar saja ia duduk di
balkon rumah itu, masih dengan
pandangan menerawang. “Sore
mba…” ia menoleh kepadaku,
seolah sudah menunggu dari tadi
wajahnya berubah cerah. Ia
mengangguk. “Boleh saya masuk
mba…???” tapi tak urung juga ia
terlihat keheranan. “Makasih…”
aku melangkahkan kakiku seraya
membuka pintu pagar, tiba-tiba
ada angin berhembus menerpa
mukaku dan wewangian bunga
tercium, bau bunga itu sedikit
aneh, membuat bulu kudukku
langsung berdiri “ ahh….. rumah
ini kan sudah sedikit tua, Pasti
baunya juga agak aneh”, Pikirku.
Ia keluar dari dalam rumah,
dengan wajah murung dan
pandangan hampanya. “ Ni Cewe
aneh, Bikin penasaran” bathinku.
Ia tersenyum dengan tangan
mempersilah kan duduk. Kulihat
ia duduk tanpa mau menatapku,
Aku memberanikan diri memulai
percakapan. “Kenalin mba ,Saya
Rafli” kataku sambil menyodorkan
tangan, Ia Hanya tersenyum
tanpa mau membalas jabatan
tanganku, ia mengucapkan
sebuah kata. ”Saras….”.sambi­l
menarik kembali tangan ku, aku
bertanya “Mba… Penghuni baru
ya?” Ia Menggelengkan kepala.
“aneh…”, Pikirku. “Kok Sepi ,
Yang lain pada kemana ???” Ia
Hanya tersenyum tanpa mau
menjawab juga. “Ah… jadi
bosen, dia hanya senyum dan
senyum” Pikirku. “Mungkin saya
ngeganggu ya, Kalo Gitu saya
pamit deh” kataku sambil berdiri.
Ia mengangguk lagi. “wahh…. Ni
Cewe Aneh”, Pikirku. Aku
melangkahkan kaki keluar rumah,
tiba-tiba angin berhembus
membawa aroma wewangian
bunga itu kembali menusuk
hidung. “Suasana disini semakin
seram!!!” Bathinku Sambil
Bergegas keluar meninggalkan
rumah itu.
Sudah tiga hari tak terlihat gadis
itu. “ Kemana Dia, Biasanya kan
dia duduk di balkon rumah nya?”
pikirku keheranan. Esok harinya,
masih dalam rasa penasaran
dengan keberadaan gadis itu, ku
percepat laju motorku agar
cepat sampai rumah gadis itu. “
kali Aja dia sekarang ada!!!”
pikirku. Sesampainya disana
Suana Rumah itu semakin
menyeramkan, Kali ini terlihat
kotor sekali. Aku diam didepan
pagar sambil duduk di jok
motorku sampai seorang satpam
mendatangiku dan berkata “Ada
yang bisa saya bantu mas???”
Kata satpam itu. Aku sedikit
tersentak… Karna kaget, Reflex
Aku Loncat dari motor.
“Oh..enggak pak, saya Cuma
heran…, bapak tau seorang
gadis yang tinggal dirumah ini?,
Namanya Saras…” Kataku. Bapak
satpam Itu sedikit kaget ketika
aku menyebut nama saras.
“Saras…?” Ia Terlihat Ketakutan.
“Kita Ngobrol di Pos aja mas”
Katanya. Aku Mengikutinya Sambil
Menuntun Motor Ku.
“Dua tahun lalu terjadi musibah
yg sangat mengejutkan warga
komplek sini” Ia membuka
percakapan dengan sedikit takut.
“ Bagaimana tidak, seluruh
keluarga pak harun meninggal
dalam kecelakaan lalu lintas, Pak
Harun dan istrinya meninggal
beserta anak semata
wayangnya , namanya saras”
Sontak Helm yang ada
dipangkuan ku terjatuh
mendengar cerita bapak itu. “
saras…. Apa itu saras yang
sama” Pikirku dengan gemetaran.
“Sejak Kejadian Itu rumah itu
kosong tak berpenghuni, pernah
ada keluarganya hendak menjual
rumah itu tapi sampai sekarang
tak pernah laku. Takut kai
orang-orang, soalnya saya
pernah dengar beberapa kali ada
gadis berbaju merah terlihat di
balkon, seperti yang mas lihat!!!”
Kali Ini Ia Bicara Sedikit pelan
dan tengak-tengok, seolah takut
didengar orang. “sebaiknya Mas
pulang saja, Jangan lagi tengak-
tengok ke atas balkon rumah
itu” katanya lagi sambil berdiri “
Saya pulang dulu mas, itu
pengganti saya sudah datang!!!”
Katanya sambil Pergi.
Badan ku Terasa Lemas, Sulit
Sekali untuk sampai dirumah.
Sesampai dirumah, kulihat
pandangan heran adikku, Ia
menghampiriku yang masih
duduk di jok motor. “Kenapa
kak…. Kok lemes. Pucet lagi?“,
Aku Hanya Terdiam. “Kak, jangan
Bikin Penasaran dong, ada apa
sih… atau kakak kesambet
ya???” Katanya Lagi dan Mulai
Ketakutan. Kupandangi wajahnya
Sambil berkata. “Ternyata gadis….
Gadis dirumah ujung jalan itu….”
Aku tak melanjutkan kata-kata
ku. “Apasih kak, Kenapa dengan
gadis itu, dia Nolak kakak?” Ia
semakin heran. Sambil berjalan
dari motorku, Aku Menjawab.
“dia…….Dia sudah meninnggal dua
tahun yang lalu…..” Aku Semakin
Lemas . “Apa…?ya Allah… jadi…
jadi dia………….” Kini Vina yang
terduduk lemas, “Aku semakin
tak mengerti kenapa ia
memperlihatkan wujudnya
padakau, apa karna aku warga
baru Komplek ini sehingga aku
tak pernah tahu cerita ini, atau
karna Dia suka padaku, Ih amit-
amit!!!” Aku Menerawang menerka
nerka Tak Mau tahu.
 

Mayat si Kecil nan Cantik dalam Pelukan Ibunya (Kisah nyata)



Hari ini melelahkan sekali, aku
harus berganti kereta sampai
2 kali, dari arah Depok
menuju stasiun Kota, dari
stasiun Kota nyambung lagi
dengan kereta Patas arah
Angke sampai stasiun Merak.
Tapi karena jadwal kereta
kadang tidak jelas, harusnya
kereta Patas berangkat pukul
10 tapi jadi molor jauh tidak
jelas pukul berapa kereta
harus berangkat (mirip lagu
Iwan Fals).
Sesaat aku duduk di gerbong
yang tidak terlalu padat,
disisiku ada seorang ibu yang
menggendong anaknya
sepertinya sedang terlelap.
Karena jenuh
menunggu kereta tidak
berangkat-beran­gkat, akhirnya
untuk mengusir rasa
kejenuhan aku mencoba
mengajak ngobrol ibu yang
menggendong anaknya tepat
disebelahku.
Aku : “Ibu, ini anak ibu?”
Ibu : “Iya, neng”. Menjawab
dengan tanpa ekrspresi dan
aku semakin penasaran.
Aku : “cantik ya bu, anaknya”.
Terlihat sekali anak itu
didandani dengan bedak
dengan baju warna pink serta
sedikit celak dimatanya.
Ibu : “Terima kasih, neng”.
Masih tanpa ekspresi. Lalu ku
lanjutkan pertanyaanku.
Aku : “Mau kemana, bu?”.
Ibu : “Ke daerah
Rangkasbitung”.­ Sambil
menyebutkan suatu daerah di
Rangkasbitung.
Aku : “Wah, jauh ya bu”.
Ibu : “Iya, neng”. Masih dalam
ekspresi tak jelas.
Kereta sudah 1 jam lamanya
tapi belum jalan juga, katanya
ada banjir di daerah Tanah
Abang, otomatis perjalanan
kereta sementara banyak
yang tertunda.
Anak dalam pangkuan si ibu
tadi masih dengan tenang
dalam pelukan ibunya, padahal
penumpang semakin sesak
terasa tak nyaman dan mulai
panas. Aku kembali penasaran
kok bisa anak sekecil itu
tetap tenang dalam keadaan
kereta yang sangat panas tak
ada penyejuk sekedar kipas
angin saja.
Aku : “Bu, kok anaknya
anteng ya..padahal panas gini”.
Aku kembali membuka
pembicaraan.
Tiba-tiba si ibu menangis….
Aku : “Bu, maaf…ada yang
salah dengan kata-kata saya”.
Tanyaku semakin penasaran.
Ibu : “Tidak, neng…ibu sedih
sekali”. Dia sepertinya mulai
membuka diri padaku.
Aku : “Kenapa sedih, bu?”.
Ibu : “Maaf, neng…tolong
setelah ibu ceritakan
semuanya jangan katakan
pada siapapun, pada
penumpang maupun
kondektur. Neng, mau janji?”.
Aku sangat penasaran cerita
apa yang akan disampaikan si
ibu, sampai berpesan jangan
sampai menceritakan pada
penumpang kereta dan
kondektur. Apa hubungannya
mereka dengan si ibu ini.
Aku : “Insyallah, bu. Saya tidak
akan menyampaikan kembali
cerita yang akan ibu bagi
pada saya”.
Ibu : “Terima kasih neng,
sebelum dan sesudahnya.”
Kemudian aku menyimak isi
cerita si ibu.
Sudah satu minggu ini
anaknya sakit panas tapi si
ibu hanyalah pemulung yang
mengais rizki lewat sampah-
sampah yang berserakan.
Penghasilan yang tidak
menentu. Kalaupun dapat uang
dari hasil menjual sampah
plastiknya, itupun tak seberapa
hanya cukup untuk makan. Dia
tidak punya tempat tinggal
tetap, kadang tidur di
emperan atau di bawah
jembatan layang.
Si ibu ingin sekali membawa
anaknya ke dokter tapi dia
tak memiliki uang, karena dia
bukan warga DKI Jakarta dan
tak memiliki KTP DKI jadi dia
tidak mendapatkan jaminan
apa-apa. Si kecil anaknya
hanya diobati ala kadarnya
tapi ternyata penyakitnya tak
kunjung sembuh. Sampai
subuh tadi akhirnya si kecil
dalam pangkuannya meninggal
dunia.
Setelah meninggalpun dia
bingung, kalau harus dikubur
di Jakarta, ongkos untuk
menguburkannya pun dia tak
punya cukup uang. Dan bila
dia bawa ke kampungnya
yang cukup jauh dari kota
Jakarta dengan menggunakan
mobil jenazah, itupun tak
cukup ada uang, dibutuhkan
uang sekitar Rp 1.000.000,-.
Uang sebesar itu kata si ibu
sangat besar dalam ukuran
dia.
Akhirnya, lewat bantuan para
gelandangan dan pemulung
terkumpullah uang sebesar Rp
250.000,- uang sebesar itu
cukup untuk membawa si kecil
ke kampung halamannya dan
dikuburkan disana yang tidak
memakan biaya besar.
Aku benar-benar tercengat
dengan penuturan si ibu, lalu
atas seizin si ibu ku pegang
tangan si kecil nan cantik
dalam pelukan ibunya.
Subhanallah…ben­ar ya Robb,
tangan mungil itu begitu dingin
tak ada denyut nadi disana.
Ku cium dengan lembut
keningnya, amat dingin tak
ada jiwa disana. Ya Robb, si
kecil nan cantik itu tertidur
damai dalam pelukan si ibu
yang amat menyayanginya.
Aku tak dapat menahan haru,
ingin rasanya ku peluk dia
dan ibunya. Begitu sulitnya
hidup ini sampai akhir
hayatnya pun si kecil nan
cantik itu tak merasakan
keramahan negeri ini. Aku
hanya terdiam dan menatap
haru, sungguh ingin rasanya
aku berteriak pada negeri ini.
Wahai penguasa nan congak
dan sombong, lihat… ada
rakyatmu yang begitu
menderita. Terbelenggu dalam
kemiskinan dan keangkuhanmu.
Tak bisakah kau membuka
mata hatimu, tetapi
kepongahan terus menjalar
dihatimu.
Si ibu, tak pernah meyalahkan
siapapun dengan keadaanya,
dia hanya mengatakan “ini
takdir Tuhan”.
Kereta sesaat melaju, aku kini
terdiam tanpa kata. Tak ada
pertanyaan yang membuatku
penasaran, kini sudah aku
dapatkan jawaban dari
keterdiaman si ibu dan
indahnya tidur panjang si kecil
nan cantik.
Selamat tidur nak, Allah
bersamamu selalu dalam
damai di surga sana.
 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. North Read - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger